ADVERTORIALBontangPemerintah

Wali Kota Neni: Penurunan DBH ke Rp613 T Bisa Hambat Program Daerah

NIUS.id – Pemerintah Kota Bontang saat ini tengah menanti kepastian terkait besaran final Dana Bagi Hasil (DBH) dan Dana Transfer Umum (DTU) dari pemerintah pusat. Dalam Nota Keuangan yang disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani, disebutkan adanya penurunan anggaran transfer ke daerah dari sebelumnya sekitar Rp900 triliun menjadi Rp613 triliun.

Wali Kota Bontang, Neni Moerniaeni, mengakui pihaknya berada dalam posisi harap-harap cemas menunggu terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) yang akan mengatur lebih lanjut mekanisme distribusi dana tersebut.

“Alhamdulillah kalau memang tidak jadi dipangkas, tapi kita masih menunggu. Apakah benar tetap di angka Rp613 triliun, atau bisa kembali ke Rp900 triliun? Kita belum tahu. Itu yang bikin kita cukup was-was,” ujarnya saat ditemui wartawan, Senin (16/9/2025).

Neni menjelaskan, sekitar 80 persen APBD Kota Bontang bersumber dari dana transfer pusat. Jika angka transfer benar-benar turun signifikan, maka dipastikan banyak program prioritas pembangunan tidak bisa dijalankan secara maksimal.

“Kalau tetap Rp613 triliun, situasinya mirip tahun 2026 kemarin. Kondisi fiskal kita sangat terbatas, sehingga ruang gerak pembangunan jadi sempit. Program strategis pun sulit kita laksanakan,” terangnya.

Meski demikian, ia bersyukur bahwa hingga kini belum ada informasi resmi terkait pemotongan alokasi untuk Bontang. Bahkan, terdapat sinyal positif bahwa angkanya bisa saja dikembalikan ke posisi semula atau ditambah.

“Syukur alhamdulillah, sejauh ini tidak ada pemotongan langsung. Bahkan katanya bisa saja ditambah. Tapi kita tetap menunggu keputusan resmi. Saya terus update informasi, download-download terus biar tidak ketinggalan,” imbuhnya sambil tersenyum.

Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa Pemkot Bontang bersama pemerintah daerah lainnya sudah aktif memperjuangkan aspirasi terkait dana transfer ini. Forum-forum nasional seperti APEKSI dan rapat dengan KPK disebut menjadi ruang komunikasi penting untuk menyampaikan sikap daerah.

“Tidak kurang-kurangnya kita bersuara. Semua aspirasi sudah kami sampaikan lewat forum APEKSI, Komisi B5, bahkan dalam rapat dengan KPK. Kita ingin pusat memahami kondisi daerah,” tegasnya.

Ia menutup pernyataannya dengan mengingatkan bahwa pemotongan DBH tidak boleh dilakukan sepihak. Hal itu, menurutnya, sudah jelas diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD).

“Undang-undangnya jelas, tidak boleh sembarangan dipotong. Daerah punya hak dari sumber daya yang ada di wilayahnya. Jadi harapannya, pusat bijak dan kembalikan ke angka Rp900 triliun agar pembangunan daerah tetap bisa berjalan,” pungkasnya.

Laporan Wartawan NIUS.id, Dahlia

Exit mobile version