Kode Etik Jurnalistik

 

KEMERDEKAAN berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi oleh Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB.

Kemerdekaan pers adalah sarana bagi masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia.

Dalam mewujudkan kemerdekaan pers, wartawan Indonesia menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial, keberagaman masyarakat, dan norma-norma agama.

Pers menghormati hak asasi setiap orang, sehingga pers dituntut profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat.

Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta profesionalisme.

Kode Etik Jurnalistik adalah himpunan etika profesi kewartawanan.

Selain dibatasi oleh ketentuan hukum seperti Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999, wartawan juga harus berpegang pada kode etik jurnalistik.

Tujuannya adalah agar wartawan bertanggung jawab dalam menjalankan profesinya, yaitu mencari dan menyajikan informasi.

Dari segi bahasa, “kode etik” berasal dari dua kata: “kode” dari bahasa Inggris “code” yang berarti ketentuan atau petunjuk yang sistematis, dan “etika” dari bahasa Yunani “ethos” yang berarti watak atau moral.

Jadi, kode etik dapat diartikan sebagai himpunan atau kumpulan etika.

Di Indonesia terdapat banyak Kode Etik Jurnalistik, yang dipengaruhi oleh banyaknya organisasi wartawan, seperti Kode Etik Jurnalistik Persatuan Wartawan Indonesia (KEJ-PWI), Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI), Kode Etik Jurnalistik Aliansi Jurnalis Independen (KEJ-AJI), Kode Etik Jurnalis Televisi Indonesia, dan lainnya.

Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik.

Berikut adalah Kode Etik Jurnalistik yang diterbitkan oleh Dewan Pers Indonesia, lengkap dengan pasal-pasal dan penafsirannya:

Pasal 1: Independensi

1. Isi Pasal:

  • Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.

2. Penafsiran:

  • Independen: Wartawan harus memberitakan fakta sesuai hati nurani tanpa campur tangan pihak lain.
  • Akurat: Berita harus benar sesuai keadaan objektif.
  • Berimbang: Semua pihak mendapat kesempatan setara.
  • Tidak beritikad buruk: Tidak ada niat untuk merugikan pihak lain.

Pasal 2: Profesionalisme

1. Isi Pasal:

  • Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.

2. Penafsiran:

  • Menunjukkan identitas diri kepada narasumber.
  • Menghormati hak privasi.
  • Tidak menyuap.
  • Menghasilkan berita faktual dan jelas sumbernya.

Pasal 3: Verifikasi dan Keseimbangan

1. Isi Pasal:

  • Wartawan wajib memverifikasi informasi sebelum menyebarkannya untuk memastikan kebenaran dan keadilan informasi tersebut.

2. Penafsiran:

  • Verifikasi memastikan informasi yang diterima masyarakat adalah benar dan tidak bias.

Pasal 4: Kejujuran dan Etika

1. Isi Pasal:

  • Wartawan tidak boleh membuat berita bohong atau tidak etis.

2. Penafsiran:

  • Berita harus berpegang pada kejujuran dan etika untuk menjaga integritas pers.

Pasal 5: Perlindungan Identitas

1. Isi Pasal:

  • Wartawan harus melindungi identitas korban dan anak pelaku kejahatan.

2. Penafsiran:

  • Menghormati kerahasiaan identitas untuk melindungi pihak yang rentan.

Pasal 6: Tidak Menyalahgunakan Profesi

1. Isi Pasal:

  • Wartawan tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.

2. Penafsiran:

  • Menyalahgunakan profesi: Menggunakan informasi untuk keuntungan pribadi sebelum diketahui umum.
  • Suap: Pemberian yang dapat mempengaruhi independensi wartawan.

Pasal 7: Hak Tolak

1. Isi Pasal:

  • Wartawan memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak ingin diketahui identitasnya.

2. Penafsiran:

  • Melindungi narasumber demi keamanan mereka dan keluarga.

Pasal 8: Anti-Diskriminasi

1. Isi Pasal:

  • Wartawan tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi.

2. Penafsiran:

  • Menghindari prasangka dan diskriminasi dalam berita untuk mencegah kerugian kelompok tertentu.

Pasal 9: Menghormati Privasi

1. Isi Pasal:

  • Wartawan menghormati hak privasi narasumber, kecuali jika informasi tersebut relevan untuk kepentingan publik.

2. Penafsiran:

  • Hak privasi harus dihormati, namun bisa diabaikan jika terkait kepentingan publik.

Pasal 10: Koreksi Berita

1. Isi Pasal:

  • Wartawan segera memperbaiki, meralat, atau mencabut berita yang tidak akurat dengan permintaan maaf kepada publik.

2. Penafsiran:

  • Keharusan memperbaiki berita yang salah untuk menjaga kredibilitas.

Pasal 11: Melayani Hak Jawab

1. Isi Pasal:

  • Wartawan harus melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.

2. Penafsiran:

  • Hak jawab adalah hak untuk memberikan tanggapan terhadap pemberitaan yang merugikan, sedangkan hak koreksi adalah hak untuk membetulkan kekeliruan informasi.

Kode etik ini adalah panduan moral dan etika yang wajib diikuti oleh wartawan di Indonesia untuk menjaga profesionalisme dan integritas dalam bekerja.

Kode Etik Jurnalistik menempati posisi vital bagi wartawan.

M. Alwi Dahlan menekankan pentingnya Kode Etik Jurnalistik bagi wartawan.

Menurutnya, Kode Etik memiliki lima fungsi utama:

  1. Melindungi keberadaan seorang profesional di bidangnya.
  2. Melindungi masyarakat dari malapraktik oleh praktisi yang kurang profesional.
  3. Mendorong persaingan sehat antarpraktisi.
  4. Mencegah kecurangan antar rekan profesi.
  5. Mencegah manipulasi informasi oleh narasumber.

Kode Etik Jurnalistik yang lahir pada 14 Maret 2006 dan ditetapkan melalui keputusan Dewan Pers No 03/SK-DP/III/2006 tanggal 24 Maret 2006, mengandung empat asas utama:

  • Asas Demokratis: Berita harus disiarkan secara berimbang dan independen. Pers wajib melayani hak jawab dan hak koreksi, serta mengutamakan kepentingan publik.
  • Asas Profesionalitas: Wartawan harus menguasai profesinya secara teknis dan filosofis, menghasilkan berita akurat dan faktual, serta menghormati ketentuan yang berlaku.
  • Asas Moralitas: Wartawan harus memiliki moralitas tinggi dan tidak melakukan tindakan yang tidak etis, seperti menerima suap atau menyalahgunakan profesi.
  • Asas Supremasi Hukum: Wartawan harus tunduk pada hukum yang berlaku dan menghormati asas praduga tak bersalah.

Mekanisme Ralat, Koreksi, Revisi, dan Hak Jawab

1. Ralat dan Koreksi

  • Identifikasi Kesalahan: Jika ditemukan kesalahan dalam berita yang telah diterbitkan, segera mengidentifikasi dan mengakui kesalahan tersebut.
  • Proses Koreksi: Tim redaksi akan memeriksa kesalahan dan membuat koreksi yang diperlukan, yang akan diterbitkan pada artikel yang bersangkutan dengan penjelasan mengenai perubahan.
  • Penempatan: Koreksi akan ditempatkan dengan jelas dan terlihat, baik di dalam artikel yang diralat maupun di bagian khusus untuk ralat dan koreksi di situs.

2. Revisi

  • Permintaan Revisi: Pembaca dapat mengajukan permintaan revisi melalui kontak resmi jika merasa ada informasi yang kurang akurat atau tidak lengkap.
  • Evaluasi: Tim redaksi akan mengevaluasi permintaan revisi dan menentukan apakah perlu dilakukan revisi.
  • Pelaksanaan Revisi: Jika revisi diperlukan, perubahan akan segera dilakukan dan disertakan catatan revisi yang menjelaskan perubahan tersebut.

3. Hak Jawab

  • Permintaan Hak Jawab: Pihak yang merasa dirugikan atau disalahpahami oleh suatu berita dapat mengajukan hak jawab melalui kontak resmi.
  • Evaluasi Hak Jawab: Tim redaksi akan mengevaluasi permintaan hak jawab dan memberikan kesempatan bagi pihak terkait untuk memberikan penjelasan atau klarifikasi.
  • Publikasi Hak Jawab: Hak jawab akan dipublikasikan dengan adil dan proporsional, baik di dalam artikel yang bersangkutan maupun di bagian khusus untuk hak jawab di situs.

Kontak untuk Ralat, Koreksi, Revisi, dan Hak Jawab

  • Email: redaksi@nius.id
  • Telepon: +62 823-3704-8361 (WA)