NIUS.id – Satu bulan setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan sela terkait sengketa tapal batas Kampung Sidrap, DPRD Kota Bontang mengaku belum menerima informasi apapun mengenai mediasi yang seharusnya difasilitasi oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim).
Padahal, sesuai amar putusan sela MK, Gubernur Kaltim diperintahkan untuk memediasi Pemerintah Kota (Pemkot) Bontang, Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Kutim), dan Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) guna menyelesaikan persoalan batas wilayah dan perluasan Kota Bontang. Proses mediasi ini harus tuntas dalam waktu tiga bulan sejak putusan dibacakan, dengan laporan hasilnya diserahkan ke MK paling lambat tujuh hari kerja setelahnya.
Namun hingga kini, tak ada tanda-tanda mediasi berjalan. “Belum ada surat masuk,” ungkap Ketua DPRD Bontang, Andi Faizal Sofyan Hasdam, saat dikonfirmasi belum lama ini.
Andi Faiz menegaskan, jika mediasi benar-benar akan dilakukan, maka DPRD juga wajib dilibatkan. Ia menyebut pihaknya tetap konsisten untuk tidak mencabut gugatan terhadap UU Nomor 47 Tahun 1999, yang menjadi dasar pembentukan wilayah Kota Bontang.
“Dulu memang gugatan sempat dicabut oleh eksekutif, tapi itu dilakukan saat DPRD belum terbentuk pasca pemilu. Setelah struktur lengkap, kami konsultasi ke Kemendagri, DPR RI, dan MK, lalu melanjutkan gugatan secara resmi,” jelasnya.
Politisi Golkar ini mengingatkan, jika Pemprov tidak menjalankan tugasnya, maka MK bisa mencabut putusan sela dan melanjutkan perkara hingga putusan akhir.
Sengketa Sidrap sendiri telah berlangsung cukup lama. Kutim mengklaim wilayah tersebut berada di Desa Martadinata, Kecamatan Teluk Pandan, sementara Pemkot Bontang berupaya memasukkan Sidrap ke wilayah administratifnya.
Laporan Wartawan NIUS.id, Zuajie